SEDEKAH


  http://www.risalah.net/wp-content/uploads/2013/12/sedekah.jpg

Dalam sebuah hadits terdapat penjelasan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai aktifitas bersedekah yang paling utama alias afdhol.

Tidak semua bentuk bersedekah bernilai afdhol. Bagi orang yang berusia muda dan sedang energik tentunya bersedekah memiliki nilai lebih tinggi di sisi Allah daripada bersedekahnya seorang yang telah lanjut usia, sakit-sakitan, dan sudah menjelang meninggal dunia.

Untuk itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberikan gambaran kepada ummatnya mengenai sedekah yang paling afdhol.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ

تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ

قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ

“Seseorang bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhol?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)

Coba lihat betapa detilnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan ciri orang yang paling afdhol dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria: (1) Dalam keadaan sehat lagi loba alias berambisi mengejar keuntungan duniawi; (2) dalam keadaan sangat ingin menjadi kaya; (3) dalam keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan (4) tidak dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.

Pertama, orang yang paling afdhol dalam bersedekah ialah orang yang dalam keadaan sehat lagi loba alias tamak alias berambisi sangat mengejar keuntungan duniawi.

Artinya, ia masih muda lagi masa depan hidupnya masih dihiasi aneka ambisi dan perencanaan untuk menjadi seorang yang sukses, mungkin dalam karirnya atau bisinisnya.

Dalam keadaan seperti ini biasanya seseorang akan merasakan kesulitan dan keengganan bersedekah karena segenap potensi harta yang ia miliki pastinya ingin ia pusatkan dan curahkan untuk modal menyukseskan berbagai perencanaan dan proyeknya.

Dengan dalih masih dalam tahap investasi, maka ia akan selalu menunda dan menunda niat bersedekahnya dari sebagian harta yang ia miliki. Karena setiap ia memiliki kelebihan harta sedikit saja, ia akan segera menyalurkannya ke pos investasinya.

Setiap uang yang ia miliki segera ia tanam ke dalam bisnisnya dan ia katakan ke dalam dirinya bahwa jika ia bersedekah dalam tahap tersebut maka sedekahnya akan terlalu sedikit, lebih baik ditunda bersedekah ketika nanti sudah sukses sehingga bisa bersedekah dalam jumlah ”signifikan” alias berjumlah banyak. Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan sedekah selama masih dalam masa investasi tersebut.

Kedua, bersedekah ketika dalam keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam seolah ingin menggambarkan bahwa orang yang dalam keadaan tidak ingin menjadi kaya berarti bersedekahnya kurang bernilai dibandingkan orang yang dalam keadaan berambisi menjadi kaya. Sebab bila seorang yang sedang berambisi menjadi kaya bersedekah berarti ia bukanlah tipe orang yang hanya ingin menikmati kekayaan untuk dirinya sendiri.

Ia sejak masih bercita-cita menjadi kaya sudah mengembangkan sifat dan karakter dermawan. Hal ini menunjukkan bahwa jika Allah izinkan dirinya benar-benar menjadi orang kaya, maka dalam kekayaan itu dia bakal selalu sadar ada hak kaum yang kurang bernasib baik yang perlu diperhatikan.

Sekaligus kebiasaan bersedekah yang dikembangkan sejak seseorang baru pada tahap awal merintis bisnisnya, maka hal itu mengindikasikan bahwa si pelaku bisnis itu sadar sekali bahwa rezeki yang ia peroleh seluruhnya berasal dari Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ar-Razzaq.

Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata.

Ia tidak pernah mengkaitkan kesuksesan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ

“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".(QS Al-Qshshash ayat 78)

Ketiga, sedekah menjadi afdhol bila si pemberi sedekah berada dalam keadaan khawatir menjadi miskin. Walaupun ia dalam keadaan khawatir menjadi miskin, namun hal ini tidak mempengaruhi dirinya. Ia tetap berkeyakinan bahwa bersedekah dalam keadaan seperti itu merupakan bukti ke-tawakkal-annya kepada Allah.

Ia sadar bahwa jika Allah kehendaki, maka mungkin sekali dirinya menjadi kaya atau menjadi miskin. Itu terserah Allah. Yang pasti keadaan apapun yang dialaminya tidak mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya bersedekah.

Ia sudah menjadikan bersedekah sebagai salah satu karakter penting di dalam keseluruhan sifat dirinya. Persis gambarannya seperti orang bertaqwa di dalam Al-Qur’an:

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ

”... yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS Ali Imran ayat 133-134)

Keempat, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sangat mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang baru berfikir untuk bersedekah ketika ajal sudah menjelang. Sehingga digambarkan oleh beliau bahwa orang itu kemudian baru menyuruh seorang pencatat menginventarisasi siapa-siapa saja fihak yang berhak menerima harta miliknya yang hendak disedekahkan alias diwasiatkan.

Ini bukanlah bentuk bersedekah yang afdhol. Sebab pada hakikatnya, seorang yang bersedekah ketika ajal sudah menjelang, berarti ia melakukannya dalam keadaan sudah dipaksa oleh keadaan dirinya yang sudah tidak punya pilihan lain.

Bila seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas memilih antara mengeluarkan sedekah atau tidak, berarti ia lebih bermakna daripada seseorang yang bersedekah ketika tidak ada pilihan lainnya kecuali harus bersedekah.

Itulah sebabnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lebih menghargai orang yang masih muda lagi sehat bersedekah daripada orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru berfikir untuk bersedekah.

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa bersedekah yang paling afdhol. Terimalah, ya Allah, segenap infaq dan sedekah kami di jalanMu. Amin.
  • Orang-orang fakir (fuqara’), yaitu orang-orang yang memiliki kurang dari satu nasab, atau memiliki satu nasab yang bercampur dengan utang.
  • Orang-orang miskin (masakin), yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu apa pun dan tidak mampu bekerja untuk mendapatkan harta yang dapat mencukupi kebutuhan mereka.
  • Para pengurus zakat (al-amilun alaiha), yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat. Mereka ini, meskipun kaya, diberi harta zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka.
  • Para mu’allaf yang dibujuk hatinya (al-mu’allafatu qulubuhum). Yaitu orang-orang yang baru masuk Islam, mereka diberi zakat untuk menguatkan hati mereka.
  • Untuk memerdekakan budak (fi ar-riqab), yaitu hamba sahaya yang tidak punya jalan untuk memerdekakan diri mereka atau tawanan perang.
  • Orang-orang yang berutang (al-gharimun), yaitu orang-orang yang memiliki utang yang tidak sanggup mereka lunasi. Tapi mereka bukan berutang untuk berlebih-lebihan dan berfoya-foya.
  • Untuk jalan Allah (fi sabilillah), yaitu pihak yang bersifat umum yang ditentukan oleh negara. Di antaranya untuk menyiapkan para mujahid, mengobati orang-orang yang sakit, dan melatih orang-orang yang tidak mampu.
  • Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), yaitu orangyang berada di suatu tempat tanpa memiliki tempat tinggal dan makanan. Ia memiliki harta di tanah airnya, namun ia kehabisan bekalnya. Masyarakat berkewajiban memeliharanya, mencari tahu tentang ihwalnya, dan memberi bantuan kepadanya.
  • - See more at: http://www.risalah.net/delapan-golongan-yang-berhak-menerima-sedekah/#sthash.kEaUuQpv.dpuf
  • Orang-orang fakir (fuqara’), yaitu orang-orang yang memiliki kurang dari satu nasab, atau memiliki satu nasab yang bercampur dengan utang.
  • Orang-orang miskin (masakin), yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu apa pun dan tidak mampu bekerja untuk mendapatkan harta yang dapat mencukupi kebutuhan mereka.
  • Para pengurus zakat (al-amilun alaiha), yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat. Mereka ini, meskipun kaya, diberi harta zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka.
  • Para mu’allaf yang dibujuk hatinya (al-mu’allafatu qulubuhum). Yaitu orang-orang yang baru masuk Islam, mereka diberi zakat untuk menguatkan hati mereka.
  • Untuk memerdekakan budak (fi ar-riqab), yaitu hamba sahaya yang tidak punya jalan untuk memerdekakan diri mereka atau tawanan perang.
  • Orang-orang yang berutang (al-gharimun), yaitu orang-orang yang memiliki utang yang tidak sanggup mereka lunasi. Tapi mereka bukan berutang untuk berlebih-lebihan dan berfoya-foya.
  • Untuk jalan Allah (fi sabilillah), yaitu pihak yang bersifat umum yang ditentukan oleh negara. Di antaranya untuk menyiapkan para mujahid, mengobati orang-orang yang sakit, dan melatih orang-orang yang tidak mampu.
  • Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), yaitu orangyang berada di suatu tempat tanpa memiliki tempat tinggal dan makanan. Ia memiliki harta di tanah airnya, namun ia kehabisan bekalnya. Masyarakat berkewajiban memeliharanya, mencari tahu tentang ihwalnya, dan memberi bantuan kepadanya.
  • - See more at: http://www.risalah.net/delapan-golongan-yang-berhak-menerima-sedekah/#sthash.kEaUuQpv.dpuf

     
  • Orang-orang fakir (fuqara’), yaitu orang-orang yang memiliki kurang dari satu nasab, atau memiliki satu nasab yang bercampur dengan utang.
  • Orang-orang miskin (masakin), yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu apa pun dan tidak mampu bekerja untuk mendapatkan harta yang dapat mencukupi kebutuhan mereka.
  • Para pengurus zakat (al-amilun alaiha), yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat. Mereka ini, meskipun kaya, diberi harta zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka.
  • Para mu’allaf yang dibujuk hatinya (al-mu’allafatu qulubuhum). Yaitu orang-orang yang baru masuk Islam, mereka diberi zakat untuk menguatkan hati mereka.
  • Untuk memerdekakan budak (fi ar-riqab), yaitu hamba sahaya yang tidak punya jalan untuk memerdekakan diri mereka atau tawanan perang.
  • Orang-orang yang berutang (al-gharimun), yaitu orang-orang yang memiliki utang yang tidak sanggup mereka lunasi. Tapi mereka bukan berutang untuk berlebih-lebihan dan berfoya-foya.
  • Untuk jalan Allah (fi sabilillah), yaitu pihak yang bersifat umum yang ditentukan oleh negara. Di antaranya untuk menyiapkan para mujahid, mengobati orang-orang yang sakit, dan melatih orang-orang yang tidak mampu.
  • Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), yaitu orangyang berada di suatu tempat tanpa memiliki tempat tinggal dan makanan. Ia memiliki harta di tanah airnya, namun ia kehabisan bekalnya. Masyarakat berkewajiban memeliharanya, mencari tahu tentang ihwalnya, dan memberi bantuan kepadanya.
  • - See more at: http://www.risalah.net/delapan-golongan-yang-berhak-menerima-sedekah/#sthash.kEaUuQpv.dpuf
     











    sedekahDalam pengertian syar’i, sedekah yaitu pemberian yang diniatkan untuk mendapatkan pahala di sisi Allah سبحانه وتعالى . Jadi, sedekah adalah mengeluarkan harta untuk mendekatkan diri kepada Allah سبحانه وتعالى . Al-Allamah al-Ashfahani mengatakan, “Sedekah adalah harta yang dikeluarkan manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, seperti zakat. Tapi shadaqah, pada asalnya, digunakan untuk menamai pemberian yang bersifat anjuran, sedangkan zakat untuk suatu yang diwajibkan.

    Sedekah yang tulus karena Allah سبحانه وتعالى menjadi simpanan abadi yang manfaatnya berkelanjutan, sebagaimana Rasulullah صلي الله عليه وسلم yang tercinta telah menyampaikannya kepada kita. Sebab nafkah yang dikeluarkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, adalah perniagaan yang tidak rugi. Ia adalah perniagaan yang selamanya menguntungkan berupa keberkahan di dunia, sebagaimana firman Allah تعالى :
     وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ‌ الرَّ‌ازِقِينَ …
    “… Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” [QS. Saba': 39]
    Sedekah bukan zakat, bukan hibah, bukan pula pemberian. Jika diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan memberikan balasannya. Karena itu, semestinya orang yang bersedekah tidak menyebut-nyebut sedekahnya. Dalam pengertian, berharap terima kasih dari orang yang ia beri sedekah.
    Allah سبحانه وتعالى berfirman:
    … قَوْلٌ مَّعْرُ‌وفٌ وَمَغْفِرَ‌ةٌ خَيْرٌ‌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى
    “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima)…” [QS. harapkanAl-Baqarah: 263]
    … يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِ‌ئَاءَ النَّاسِ
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” [QS. Al-Baqarah: 264]
    Jadi, orang yang menyebut-nyebut sedekahnya itu tidak mengharapkan Wajah Allah. Tapi mengharapkan terima kasih dari manusia. Dalam hadits disebutkan: “Kata-kata yang baik adalah sedekah, dan termasuk kebaikan ialah engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.”
    Allah سبحانه وتعالى telah menyebutkan delapan golongan dalam al-Qur’an yang berhak menerima sedekah (yakni zakat yang menjadi hak orang-orang yang tersebut dalam al-Qur’an) lewat firman-Nya:
    إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَ‌اءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّ‌قَابِ وَالْغَارِ‌مِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّـهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِ‌يضَةً مِّنَ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
    “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. At-Taubah: 60]
    1. Orang-orang fakir (fuqara’), yaitu orang-orang yang memiliki kurang dari satu nasab, atau memiliki satu nasab yang bercampur dengan utang.
    2. Orang-orang miskin (masakin), yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu apa pun dan tidak mampu bekerja untuk mendapatkan harta yang dapat mencukupi kebutuhan mereka.
    3. Para pengurus zakat (al-amilun alaiha), yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat. Mereka ini, meskipun kaya, diberi harta zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka.
    4. Para mu’allaf yang dibujuk hatinya (al-mu’allafatu qulubuhum). Yaitu orang-orang yang baru masuk Islam, mereka diberi zakat untuk menguatkan hati mereka.
    5. Untuk memerdekakan budak (fi ar-riqab), yaitu hamba sahaya yang tidak punya jalan untuk memerdekakan diri mereka atau tawanan perang.
    6. Orang-orang yang berutang (al-gharimun), yaitu orang-orang yang memiliki utang yang tidak sanggup mereka lunasi. Tapi mereka bukan berutang untuk berlebih-lebihan dan berfoya-foya.
    7. Untuk jalan Allah (fi sabilillah), yaitu pihak yang bersifat umum yang ditentukan oleh negara. Di antaranya untuk menyiapkan para mujahid, mengobati orang-orang yang sakit, dan melatih orang-orang yang tidak mampu.
    8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), yaitu orangyang berada di suatu tempat tanpa memiliki tempat tinggal dan makanan. Ia memiliki harta di tanah airnya, namun ia kehabisan bekalnya. Masyarakat berkewajiban memeliharanya, mencari tahu tentang ihwalnya, dan memberi bantuan kepadanya.
    Demikianlah delapan golongan yang berhak menerima sedekah berdasarkan firman Allah  سبحانه وتعالى dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60.Hal yang penting untuk ditekankan adalah, bahwa setiap amalan haruslah dilandasi dengan niat yang tulus dan ikhlas. Karena hal itulah yang menentukan amalan kita diterima atau tidak di sisi Allah سبحانه وتعالى .
    Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
    عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ t قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ  يقول: ((إِنّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امرَأَةٍ يِنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)) متفق عَلَى صحته
    Dari Amirul Mukminin Abi Hafsh Umar bin Khatab رضي الله عنه, dia berkata: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung niatnya, dan sesungguhnya seseorang  akan mendapatkan apa yang ia niatkan, jika ia berniat hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan siapa yang hijrah karena dunia (harta, dan lain-lain …) atau karena wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya untuk apa yang ia niatkan” Muttafaq ’alaih. [HR. Bukhari No: 54 dan Muslim No: 1907]
    Rasulullah صلي الله عليه وسلم juga bersabda :
    وعَنْ أبي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْرٍ t قاَلَ: قَالَ رَسُول اللَّه : ((إِنَّ اللَّهَ تَعَالىَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وأَعْمَالِكُمْ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
    Dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: “Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: Sesungguhnya Allah I tidak memandang kepada rupa kalian dan tidak pula kepada harta kalian tetapi Allah memandang kepada hati dan amal kalian’.” [HR. Muslim No. 2564]
    - See more at: http://www.risalah.net/delapan-golongan-yang-berhak-menerima-sedekah/#sthash.kEaUuQpv.dpuf

    About the author

    Admin
    Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

    0 komentar:

    Random post

    Test Footer

    Your Comments

    Template by Clairvo Yance
    Copyright © 2012 Hello world and Blogger Themes.